Rabu, 29 Juni 2011

Grand Disain PK-PLK SLB YPLAB Lembang

BAB I
PENDAHULUAN


1.1        LATAR BELAKANG
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia merupakan kelemahan mendasar bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Pengalaman krisis ekonomi pada beberapa waktu yang lalu menunjukkan bahwa negara-negara yang mempunyai kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik akan dapat lebih tahan terhadap gejolak, dan lebih cepat bangkit dari krisis yang melandanya. Human Capital atau modal manusia merupakan faktor penentu dan paling penting dalam akselarasi proses pembangunan suatu bangsa, salah satu penentu yang paling esensial dalam pembangunan sumber daya manusia adalah pendidikan.
Memperhatikan esensi dasar tentang pendidikan dan tantangan pendidikan dalam menghadapi globalisasi sebagaimana telah diuraikan diatas, maka perlu ditekankan upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan agar Indonesia memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang datang, maka dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025 Pemerintah mencanangkan untuk meningkatkan kemampuan manusia bangsa ini, sehingga memiliki daya saing yang seimbang dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Seiring dinamika kebijakan pembangunan nasional, dengan diterapkannya kebijakan otonomi daerah telah memberikan peluang dan tantangan yang mandiri bagi setiap daerah untuk melakukan improvisasi strategi pembangunan sesuai dengan potensi dan peluang daerahnya masing-masing. Ruang kreatifitas daerah dalam proses pengembangan dan pembangunan merupakan pendekatan mendasar dalam memadukan potensi lokal, nasional dan global yang membutuhkan SDM yang memadai sebagai salah satu modal dasar pembangunan untuk mampu menggerakkan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pembangunan baik secara sektoral maupun spatial melalui optimalisasi serta pengembangan potensi yang ada dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan secara menyeluruh.
Sejalan dengan hal di atas, maka pembangunan pendidikan di Kabupaten  Bandung Barat perlu pula memperhatikan kondisi dan potensi yang ada baik daerah, propinsi, nasional maupun tantangan globalisasi. Pada sisi lain, keberadaan SLB YPLAB Lembang yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari upaya pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung Barat juga perlu memperhatikan keterpaduan antara kebijakan pemerintahan yang ada diatasnya secara terhirarkis. Hal tersebut melatarbelakangi pemikiran bahwa pentingnya upaya pembangunan yang bersifat sinergis yaitu dengan adanya keterpaduan antara satu sama lain baik dari sisi sasaran, program maupun kelembagaan.
Demikian pula halnya dengan pembangunan pendidikan yang telah terdesentralisasikan ke daerah pasca diterapkannya kebijakan otonomi daerah yang memerlukan adanya improvisasi strategi pembangunan pendidikan yang sinergis, khusunya dalam hal ini adalah SLB YPLAB Lembang. Hal lain sejalan dengan Visi Pembangunan pendidikan di SLB YPLAB Lembang, Dengan iman dan taqwa anak berkebutuhan khusus menjadi terampil kreatif dan mandiri pada tahun 2012 dengan Misi yaitu meningkatkan akses terhadap pendidikan yang bermutu, telah menempatkan bidang pendidikan sebagai salah satu prioritas utama dalam kegiatan pembangunan.
Setelah diterapkannya kebijakan otonomi daerah, kondisi pendidikan di Kabupaten Bandung Barat bagi anak berkebutuhan khusus masih dihadapkan pada berbagai permasalahan yang cukup signifikan. Permasalahan tersebut diantaranya adalah belum meratanya kesempatan mendapatkan pendidikan, kualitas/mutu pendidikan yang masih rendah, pengelolaan pendidikan yang belum efisien, tidak adanya relevansi pendidikan dengan dunia usaha/industri dan potensi daerah serta kecakapan hidup.
Pelaksanaan pembangunan pendidikan yang terdesentralisasi akan memberi manfaat pada efektifitas dan esensi pelayanan pendidikan apabila disertai perencanaan pembangunan pendidikan yang sistematis. Untuk itu perlu disusun Grand Disain PK dan PLK SLB YPLAB Lembang secara sistematis, menyeluruh dan terpadu.
Grand Disain PK dan PLK SLB YPLAB Lembang ini merupakan perencanaan pembangunan pendidikan dalam jangka menengah dan akan dapat dijadikan sebagai acuan untuk perencanaan pembangunan pendidikan tahunan di SLB YPLAB Lembang

1.2        RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam kegiatan ini difokuskan pada pertanyaan sebagai berikut :“Bagaimanakah Grand Disain  Pengembangan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus yang sesuai untuk diterapkan di SLB YPLAB Lembang dan Kabupaten Bandung Barat secara umum?” Agar lebih rinci masalah di atas akan diuraikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah gambaran tentang kondisi pendidikan khusus serta faktor-faktor penunjang lain yang berkaitan dengan program pendidikan, khususnya yang berkenaan dengan potensi wilayah di Kabupaten Bandung Barat ?
2.      Bagaimanakah rumusan konsep dan kebijakan pembangunan pendidikan berkaitan dengan capaian indikator makro pendidikan mutu pendidikan (tenaga pendidik dan kependidikan, kurikulum, lulusan, sarana dan prasarana), relevansi pendidikan dengan dunia usaha/industri dan tata kelola manajemen pendidikan (menyangkut institusi sekolah, lembaga pemerintah daerah bidang pendidikan, stakeholder pendidikan, penganggaran, regulasi dan pengawasan atau pengendalian di Kabupaten Bandung Barat ?
3.      Bagaimanakah rumusan program kegiatan jangka panjang, menengah dan tahunan yang dapat disarankan untuk mengisi rencana induk pembangunan pendidikan di SLB YPLAB Lembang?
Rumusan masalah tersbut didasari oleh kondisi bidang pendidikan khusus di Kabupaten Bandung Barat yang mengindikasikan adanya:
1.      Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi anak berkebutuhan  khusus masih belum merata
2.      Masih rendahnya mutu/kualitas pendidikan khusus di Kabupaten Bandung Barat.
3.      Pengelolaan pendidikan khusus di SLB YPLAB Lembang belum efisien dan optimal
4.      Tidak adanya relevansi pendidikan khusus dengan dunia usaha/industri, potensi daerah serta kecakapan hidup

1.3        MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari kegiatan penyusunan Grand Disain PK dan PLK SLB YPLAB Lembang adalah untuk mendapatkan rumusan rencana induk (Masterplan) pembangunan pendidikan khusus di SLB YPLAB Lembang . Sedangkan tujuan kegiatan ini adalah menyediakan arahan bagi perencanaan tahunan bidang pendidikan SLB YPLAB Lembang menuju kinerja yang terarah, terpadu serta optimal.

1.4        RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kajian ini meliputi perencanaan pembangunan bidang pendidikan dalam skala mikro di SLB YPLAB Lembang dan meliputi berbagai dimensi pendidikan. Mengingat adanya keterbatasan dari sumberdaya yang tersedia untuk penyusunan sebuah dokumen perencanaan, maka pembahasan dan analisis dibatasi pada hal-hal strategis yang mendukung terumuskannya sebuah Grand Disain. Oleh karena itu, pengenalan isu-isu strategis dalam pembangunan pendidikan pendidikan Kabupaten Bandung Barat  antara 3 sampai dengan 5 tahun terakhir menjadi hal penting yang perlu dijadikan informasi yang melatarbelakangi permasalahan yang telah dan sedang terjadi dan segera untuk ditindaklanjuti dengan memberikan win-win solution dalam kerangka strategi dan kebijakan serta program melalui Grand Disain 2010 - 2025.
Adapun pembatasan secara mendasar yang menjadi ruang lingkup kegiatan dan sekaligus menjadi sasaran pelaksanaan kegiatan penyusunan Grand Disain Pendidikan SLB YPLAB Lembang ini meliputi:
1.      Melakukan identifikasi masalah mendasar yang dihadapi dalam upaya pembangunan pendidikan khusus dengan kinerja yang terarah, terpadu, sinergis dan optimal di SLB YPLAB Lembang, antara lain terkait dengan penuntasan WAJAR DIKDAS 9 tahun dan rintisan WAJAR DIKDAS 12 tahun
2.      Merumuskan konsep dan kebijakan pembangunan pendidikan berkaitan dengan capaian indicator makro pendidikan (APK, APM, RLS dan AMH), mutu pendidikan (tenaga pendidik dan kependidikan, kurikulum, lulusan, sarana dan prasarana), relevansi pendidikkan (dengan dunia usaha/industri) dan tata kelola (manajemen) pendidikan (menyangkut institusi sekolah, lembaga pemerintah daerah bidang pendidikan, stakeholder pendidikan, penganggaran, regulasi dan pengawasan/pengendalian) di SLB YPLAB Lembang dalam jangka menengah secara partisipatif
3.      Merumuskan indikasi program/kegiatan jangka menengah dan tahunan yang dapat disarankan untuk mengisi rencana induk (Masterpla) pembangunan pendidikan khusus sebagaimana yang dimaksud.

1.5        KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan Grand Disain PK dan PLK SLB YPLAB Lembang  perlu ditekankan dengan pola pikir pelaksanaan kegiatan yang sistematis dan terarah yang mampu mejabarkan proses berpikir baik secara substansial maupun tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan yang tersusun secara sitematis sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan dari awal hingga akhir tersusunnya Grand Disain yang sesuai dengan maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan ini. Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1.

1.6              SISTEMATIKA PENYUSUNAN LAPORAN AKHIR

Bab I     Pendahuluan

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang kegiatan, rumusan masalah, maksud dan tujuan, ruang lingkup, serta sistematika penyusunan Laporan Akhir.

Bab II   Tinjauan Kebijakan Pembangunan Pendidikan dan Kajian Teori

Bab ini akan menguraikan tentang kajian umum terhadap kebijakan pembangunan bidang pendidikan (Nasional, Propinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Bandung Barat) dan kajian terhadap teori-teori kependidikan yang mendukung pelaksanaan kegiatan .

Bab III  Fakta dan Analisis Grand Disain  PK dan PLK Di SLB YPLAB Lembang

Bab ini akan menguraikan mengenai fakta dan analisis penyusunan Gran Disain Pendidikan Khusus di SLB YPLAB Lembang yang lebih lanjut akan dibahas dan diuraikan mengenai kondisi umum Kabupaten Bandung Barat , profile pendidikan khusus dan Pendidikan layanan Khusus Kabupaten Bandung Barat.

Bab IV  Konsep Pembangunan Pendidikan PK dan PLK SLB YPLAB Lembang

Bab ini akan menguraikan mengenai konsep pembangunan pendidikan PK PLK di SLB YPLAB Lembang yang didasari oleh fakta dan analisis pembangunan pendidikan Kabupaten Bandung Barat dalam rangka merumuskan kebijakan dan strategi serta dasar pemikiran dalam penyusunan program pembangunan bidang pendidikan khusus
Bab V   Rencana Pembangunan Pendidikan PK dan PLK di SLB YPLAB Lembang
Bab ini merupakan pokok utama dalam laporan akhir yang akan menguraikan mengenai rencana pembangunan pendidikan, kebijakan dan strategi yang diarahkan dalam pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan SLB YPLAB Lembang tahun 2010 - 2025.
Bab VI   Indikasi Program Pembangunan dan Rencana Administrasi Pendidikan Kabupaten Cianjur
Bab ini menguraikan mengenai indikasi program-program pengembangan bidang PK dan PLK di SLB YPLAB Lembang tahun 2010 - 2025. , strategi pembiayaan serta pemantauan dan evaluasi.
















Minggu, 26 Juni 2011

BAB II KAJIAN TEORI


BAB II
LANDASAN TEORI

A.   Pengembangan Kurikulum SLB
Menurut Psikolog dari sekolah khusus "Mandiga" di Jakarta, Puspita (2000 : 8), ”kurikulum pendidikan khusus harus dibuat berbeda-beda untuk setiap individu”. Mengingat setiap anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan berbeda, maka teori pengembangan kurikulum anak berkebutuhan khusus yang tepat adalah dengan menggunakan pendekatan grass roots dengan model demonstrasi.
 Isi dari model pengembangan ini menurut Smith (Prasetya: 2009:15)  ’Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum,  datang  dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah’. Model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.


Sukmadinata (2008:162), menjelaskan pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

 Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa pengembangan kurikulum Model Grass Roots bersifat operasional, karena guru didorong untuk bekerja secara kooperatif dalam merencanakan kurikulum baru. Dorongan terjadi bila administrator menyediakan kepemimpinan, waktu bebas, material dan rangsangan lain yang bersifat kondusif terhadap perencanaan kurikulum.

B.   Pengertian Pengembangan kurikulum
  Menurut Hamalik (2007:183),  bahwa pengembangan kurikulum adalah ”proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik”. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum  dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu pada kreasi  sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum ganda lainnya.
   Sedangkan Sukmadinata (2008:150), mengemukakan ”pengembangan kurikulum merupakan penyusunan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar  yang disediakan bagi siswa di sekolah”, rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.
Unruh dan Unruh (Hamalik, 2009:98) mengemukakan definisi pengembangan kurikulum sebagai: ‘curriculum Development: problems process, and progress is aimed  at contemporary  circumtances and  future projections’. Sesuai dengan pengertian ini pengembangan kurikulum tidak hanya  merupakan berbagai abstraksi  yang sering kali mendominasi  penulisan kurikulum, akan tetapi mempersiapkan berbagai  contoh dan alternative untuk tindakan yang merupakan  inspirasi dari berbagai ide  dan penyesuaian-penyesuaian lain  yang dianggap penting.
Berdasarkan urian diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikulum  adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar  yang dimaksudkan untuk membawa  siswa kearah perubahan-perubahan  yang diinginkan dan menilai sampai sejauh mana  perubahan-perubahan itu  telah terjadi pada diri siswa,   pengembangan kurikulum  merupakan proses siklus, yang tidak pernah berakhir.

C.      Mekanisme Pengembangan Kurikulum
Proses pengembangan kurikulum mempunyai rambu-rambu yang harus dipenuhi dengan seksama agar diperoleh kurikulum pembelajaran yang benar-benar efektif dalam pembelajaran anak tunagrahita. Hamalik (2008:142), mengemukakan mekanisme pengembangan kurikulum yang dapat dilaksanakan oleh guru dan pihak sekolah yaitu:

Tahap 1: studi kelayakan dan kebutuhan, pengembang kurikulum melakukan kegiatan analisis kebutuhan program dan merumuskan dasar-dasar pertimbangan bagi pengembangan kurikulum. Tahap 2: Penyusunan konsep awal  perencanaan kurikulum. Tahap 3: Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum. Tahap 4: Pelaksanaan uji coba kurikulum dilapangan.. Tahap 5: Pelaksanaan kurikulum. 6: pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum. Tahap 7: Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian.

Berdasarkan uraian tersebut proses pengembangan kurikulum yang dimulai dari studi kelayakan sampai pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian menurut hemat penulis mekanisme tersebut dapat dilakukan oleh guru bersama-sama orang tua dan sekolah dalam penyusun sebuah kurikulum operasional bagi pembelajaran anak tunagrahita di SLB.

D.      Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi social. Anak tuna grahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk mengkuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus, yakni disesuaikan dengan kemampuan anak itu.
Untuk memahami anak tuna grahita atau terbelakang mental ada baiknya memahami terlebih dahulu konsep Mental Age (MA). Mental age adalah kemampuan mental yang dimiliki oleh seorang anak pada usia tertentu. Sebagai contoh anak yang berumur 6 tahun akan memiliki MA 6 tahun. Jika seorang anak memiliki MA lebih tinggi dari umurnya (Cronology Age), maka anak tersebut memiliki kemampuan mental atau kecerdasan diatas rata rata. Anak tunagrahita selalu memiliki MA lebih rendah CA-nya secara jelas. Misalnya anak normal mempunyai IQ 100, maka anak tunagrahita mempunyai IQ 70 yaitu ia mengalami keterlambatan 2 x 15 = 30 maka diperoleh IQ 70 tersebut.
Penyesuaian perilaku maksudnya saat ini seorang dikatakan tunagrahita bukanlah hanya dilihat IQ-nya akan tetapi perlu dilihat sampai sejauh mana anak ini dapat menyesuaikan diri. Jadi bila anak ini dapat menyesuaikan diri maka tidaklah lengkap ia dipandang sebagai anak tunagrahita. Terjadi pada masa perkembangan maksudnya bila ketunagrahitaan ini terjadi setelah usia dewasa maka ia tidak tergolong tunagrahita. Menurut Grossman (Astati,2010:9), “tunagrahita mengacu kepada fungsi intelek umum yang nyata berada dibawah rata-rata bersamaan dengan kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan berlangsung dalam masa perkembangan.”

E.   Konsep Pembelajaran Bermakna
Contekstual Learning (CTL) sebagai salah satu konsep pembelajaran bermakna merupakan “konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”.( Dimyati dkk, 199:45)
Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menanggapinya.
Menurut Depdiknas (2003: 5) ” Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari – hari”.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student

F.   Wirausaha Pertanian
Pendidikan kewirausahaan bagi anak tunagrahita, menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena itu pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Buchari, 2003 :1). Pada umumnya sekolah sebagai lembaga pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar mengajar dijadikan tumpuan dan harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah. Karena itu, sekolah senantiasa memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pembentukan sikap dan keterampilan bagi peserta didik termasuk sikap mental wirausaha. Dalam praktik di sekolah, untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan pada peserta didik ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pembenahan dalam Kurikulum
Pembenahan kurikulum dalam rangka menginternalisasikan nilai- nilai kewirausahaan pada anak tunagrahita yang mampu membentuk karakter wirausaha pada peserta didik dapat dilakukan dengan cara melengkapi materi kurikulum yang telah ada ataupun mendesain kurikulum yang baru sesuai dengan krakteristik anak dan keunggulan daerah misalnya keunggulan pertanian, dan mengintegrasikan nilai-nilai wirausaha kedalam silabus dan RPP.
2. Peningkatkan Peran Sekolah dalam Mempersiapkan Wirausaha.
Hakikat persiapan manusia wirausaha adalah dalam segi penempaan karakter wirausaha. Dengan perkataan lain, persiapan manusia wirausaha terletak pada penempaan semua daya kekuatan pribadi manusia itu untuk menjadikannya dinamis dan kreatif, di samping mampu berusaha untuk hidup maju dan berprestasi. Manusia yang semacam itu yang menunjukkan ciri-ciri wirausaha. Salah satu ciri manusia wirausaha adalah memiliki ciri-ciri kepribadian yang kuat. Untuk dapat menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan pada diri peserta didik diperlukan peran sekolah secara aktif. Misal, guru akan menerapkan integrasi nilai kreatif, inovatif, dan berani menanggung resiko dalam pembelajaran.



3. Pembenahan dalam Pengorganisasian Proses Pembelajaran.
Pembelajaran di Indonesia telah mengalami berbagai macam pembaharuan, termasuk juga dalam pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik.  Agar peserta didik mengalami perkembangan pribadi yang integratif, dinamis dan kreatif, ada pembenahan lebih lanjut dalam hal pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik. Hal ini tidak berarti bahwa pengorganisasian yang sudah berlaku di sekolah itu harus ditinggalkan.  
Pengorganisasian yang sudah ada biar berlangsung terus, yang penting perlu dicari cara pengorganisasian lain untuk menunjang proses pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk aktif belajar dari pengalaman hidup sehari-hari di dalam masyarakat. Selain itu alternatif lain untuk mengembangkan organisasi pengalaman belajar peserta didik adalah pelaksanaan pembelajaran yang berbasis kearifan local dan pengalaman hidup anak. Sebagai contoh pada pembelajaran pertanian, anak dilatih keterampilan untuk memproduksi. Selanjutnya, hasil produksi dititipan dalam unit produksi di sekolah untuk digunakan sebagai latihan menjual pada saat penyampaian materi distribusi. Bentuk ini bukanya mengganti pengorganisasian yang sudah ada melainkan sebagai variasi pengalaman belajar peserta didik.
4.  Pembenahan pada Diri Guru
Sebelum guru melaksanakan pembelajaran di kelas dengan mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan, terlebih dahulu guru juga dilatih kewirausahaan terutama yang terkait dengan penanaman nilai-nilai dan ketrampilan/skill wirausaha. Akan lebih baik lagi jika guru juga memiliki pengalaman empiris di dalam mengelola bisnis usaha.
Pendidikan kewirausahaan juga bisa dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler, yang melatih peserta didik mengembangkan usaha yang terkait dengan bakat dan minat peserta didik. Peran guru adalah mengkomunikasikan potensi dan cita-cita secara jelas sehingga dapat menginspirasi setiap peserta didik untuk dapat melihat jiwa kewirausahaan dalam dirinya.